
REKOR: Tampak kesibukan beberapa pelukis saat membuat buku katalog terbesar
Dibalik Pembuatan Buku Katalog Terbesar yang Berhasil Masuk Musium Rekor Indonesia (Muri)
Sempat Pesimis, Seminggu Lembur
Berkat buku catalog terbesar yang diciptakannya, Jupri Abdullah kembali berhasil mencatatkan namanya di MURI. Bagaimana suka-duka pembuatan buku yang menelan biaya jutaan rupiah itu?
MOCHAMMAD AS’ AD., Pasuruan
Di kalangan para pekerja seni di Kabupaten Pasuruan, nama Jupri Abdullah cukup familiar. Bukan hanya karena sosoknya yang memang dikenal suka humor. Tapi, juga karena ide-idenya yang cukup kreatif dan inovatif.
Sejumlah penghargaan, baik dari lembaga swasta maupun pemerintah yang pernah diraihnya cukup menjadi bukti atas kreativitas tersebut. Terakhir, adalah penghargaan dari Musium Rekor Indonesia (MURI) atas karyanya, buku katalog terbesar dengan ukuran 2x2 meter.
Sabtu (7/3) lalu, Senior Manager (SM) MURI Paulus Pangka berkesempatan langsung hadir di The Taman Dayu untuk menyerahkan penghargaan itu. Selain Jupri, penghargaan itu juga diberikan kepada para pihak yang ikut mendukung pembuatan buku tersebut.
Diantaranya, The Taman Dayu City of Festival, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasuruan. Penghargaan itu diberikan usai dilakukan verifikasi faktual atas ukuran buku yang telah dibuat itu.
Bagi Jupri, penghargaan itu bukan pertama kalinya. Sedikitnya, sudah empat penghargaan serupa juga pernah ia dapatkan. Semua penghagaan itu diraihnya berkat karya-karyanya terdahulu.
Diantaranya, lukisan kaligrafi terkecil yang dibuat dengan ukuran 0,5x0,5 sentimeter, pada tahun 2003. Ini merupakan penghargaan yang diraih Jupri untuk kali pertama. Berikutnya, adalah berkat konvoi lukisan sepanjang 100 kilometer yang digelar 2004.
Dua penghargaan itu ternyata tidak cukup bagi Jupri untuk berimprovisasi. Setahun berikutnya, pelukis yang sempat merasakan kerja sebagai jurnalis ini membuat inovasi melukis dengan media saribuah nanas. Berkat lukisannya ini pula dirinya meraih penghargaan MURI untuk ketiga kalinya.
Praktis, penghargaan atas buku catalog terbesar itu merupakan yang keempat kalinya bagi Jupri. “Sebenarnya ada satu lagi, tapi penyerahannya belum,” ungkap Jupri yang kemarin mengaku kurang fit karena kecapekan itu.
Buku itu sendiri berisi tentang data-data para pelukis yang ikut dalam pameran lukis ‘Wajah Capres 2009’ yang digelar hingga 17 Maret nanti. Meliputi judul, ukuran, serta media yang dipakai para pelukisnya. Totalnya, ada 106 nama pelukis yang ditulis di buku tersebut.
Tentu, sukses itu tidak diraih Jupri seorang diri. Ada banyak pihak yang dengan susah payah terlibat dalam proses pembuatan buku itu. Mereka adalah Pier dan Leman. Dua pekerja seni asal Batu dan Malang; juga Doyok, seorang perupa asal Tanggulangin, Sidoarjo.
Melalui kerja keras orang-orang inilah buku catalog terbesar itu akhirnya tercipta. “Saya tidak bisa membayangkan kalau misalnya tidak ada kawan-kawan ini,” ungkap Jupri yang enggan menyebut keberhasilannya itu sebagai buah atas kerja kerasnya seorang diri.
Ide pembuatan buku terbesar itu sendiri bisa merupakan spontanitas. Pasalnya, semula, pemecahan rekor itu dilakukan dengan mengarak 14 lukisan terbaik Capres Award 2009 di wilayah Kabupaten Pasuruan. Namun, karena pertimbangan lain, rencana itu pun dibatalkan.
Belakangan, setelah berdiskusi dengan beberapa seniman yang lain, Jupri kemudian memutuskan untuk membuat buku tersebut. Itu pun, tidak bisa dilakukan dengan serta merta. Minimnya anggaran dana membuat Jupri berpikir ulang untuk merealisasikan gagasannya.
Apa boleh buat. Rencana itu harus tetap dilakukan. Apalagi, pemecahan rekor itu nantinya juga dimaksudkan untuk menandai dibukanya Taman Seni (Pasar Seni) Jatim yang berlokasi di komplek The Taman Dayu: City of Festivals.
Tepat 10 hari sebelum jadwal yang telah ditentukan, berbagai kebutuhan akan pembuatan buku itu mulai didatangkan. Adalah Doyok, perupa asal Tanggulangin yang bertugas membeli kain kanvas yang akan dipakai sebagai lembaran buku.
Meski sempat kesulitan, Doyok akhirnya mendapatkan kain kanvas itu. Kain yang biasa dipakai sebagai media lukisan itu ia beli di kawasan pelabuhan Tanjung Priok, Surabaya. “Di sekitar sini juga ada. Tapi, kalau dalam jumlah banyak kan sulit,” ujar Doyok.
Gerak cepat pun dilakukan. Jupri dan beberapa para perupa yang lain membagi tugas. Dengan dibantu Pier, Doyok kemudian memotong kain sepanjang 50 meter itu menjadi beberapa bagian. Masing-masing potongan dibuat dengan ukuran empat meter persegi. Panjang dan lebar masing-masing berukuran dua meter.
Sementara keduanya sibuk memotong kain kanvas itu, Leman sibuk dengan tugas yang lain. Mencampur cat yang akan dipakai warna dasar isi buku. Oleh Leman, kain kanvas yang sudah dipotong itu kemudian dicat dengan warna coklat. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, prose situ dilakukan hingga beberapa kali.
Jupri sendiri juga tak kalah sibuknya. Desain yang akan dipakai sebagai isi buku belum selesai digarap. Padahal, hari pelaksanaan saat itu tinggal lima hari lagi. Kondisi itu memaksa Jupri untuk kerja lembur. Apalagi, beberapa perlengkapan yang lain seperti cetak undangan, baliho juga belum selesai dicetak.
Tak jarang, kondisi itu memaksa Jupri dkk, jarang pulang ke rumah. Kesibukan untuk menyiapkan pembuatan buku itu telah memaksa mereka untuk menginap di sekretariat. “Apa boleh buat, wong harinya sudah cukup mepet,” jelas Jupri.
Hari-hari menjelang launching buku katalog terbesar itu cukup menguras tenaga dan pikiran. Hampir tak ada waktu bagi Jupri dkk untuk sekedar beristirahat dengan normal. Kalau pun ada, itu pun tak lebih dari tiga jam. Begitu matahari terbit, mereka kembali disibukkan dengan kegiatan untuk menyelesaikan buku itu.
Sempat terjadi sebuah insiden kecil pada proses penggarapan buku itu. Ceritanya, buku itu dibuat dengan menempelkan semua cetakan lukisan beserta pemiliknya. Gambar lukisan di sebelah kiri, sementara sang pelukis ditempel di sebelah kanan.
Nah, saat itulah, gambar para pelukis sempat tertukar. Beruntung. Sebelum dilaunching, kekeliruan itu akhirnya bisa dibenahi. “Mungkin waktunya terlalu mepet jadi agak kacau,” ujar Jupri.
Pengalaman yang sedikit berbeda juga dilontarkan Pier, salah satu kolega Jupri asal Batu. Hari-hari menjelang pelaksanaan launching itu merupakan saat yang cukup melelahkan. Bagaimana tidak, dengan usianya yang sudah mencapai 59, ia rela ikut lembur untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Kendati demikian, dirinya merasa bersyukur. Kerja-keras yang dilakukannya membuahkan hasil. Buku katalog terbesar yang berisi 25 halaman dengan ketebalan sekitar 15 sentimeter itu berhasil dibuat. “Wah, selama menjadi seniman, ini yang paling berat,” ujar perupa yang gemar memakai topi ini.
Setali tiga uang. Penjelasan yang sama juga dilontarkan Leman dan Doyok. Keduanya menolak bahwa pembuatan buku buku katalog terbesarnya itu hanya sekedar mencari sensasi.
Pembuatan itu itu, kata mereka, dilakukan untuk menyambut pembukaan pasar seni terbesar Jatim. “Potensi seni di Jatim cukup besar. Sayang, kalau tidak didukung dengan sarana yang memadai,” jelasnya. Mereka berharap, keberadaan pasar seni itu nantinya mampu menjadi wadah baru para seniman di Jatim untuk menuangkan kreativitasnya. (*)

