Selasa, 30 Desember 2008

Target Pecahkan Rekor Muri


Penyelanggara even pameran lukis 'Wajah Capres 2009' rupanya tak main-main dengan kegiatan yang digelarnya itu. Penggagas kegiatan, Jupri Abudullan mentargetkan acara yang dihelat 1 Februari mendatang itu dicatat oleh Musium Rekor Indonesia (MURI).

Jupri yang ditemui di sekretariat panitia menyatakna, 14 karya lukis terbaik akan diarak mengelilingin wilayah Kabupaten Pasuruan. Dengan jarak tempuh sekitar 121 Kilometer.

"Ini konvoi lukisan terpanjang untuk memecahkan rekor sebelumnya, 100 kilometer," ujar Jupri yang juga seorang kurator ini. Yang menarik, rekor yang akan dipecahkan itu adalah rekornya sendiri yang berhasil tercatat di MURI pada tahun 2004.

Bagi Jupri, pemecahan rekor kali ini terasa lebih menarik. Jika pada rekor sebelumnya, konvoi dilakukan terhadap lukisan kaligrafi terkecil dengan ukuran 0,5x0,5 sentimeter. Kali ini, konvoi dilakukan terhadap 14 karya lukis terbaik.

Karena itu, sebelum konvoi ini, pihak kurator akan melakukan seleksi terhadap ratusan karya yang masuk untuk dipilih sebagai yang terbaik. "Setelah kita pilih, baru kita arak," terang lelaki asal Kejapanan, Kecamatan Gempol, Pasuruan ini.

Jupri sendiri mengaku telah mengkonfirmasikan rencananya itu kepada pihak MURI. Hasilnya, pihak MURI merespon baik rencana tersebut.

Minggu, 28 Desember 2008

Maskot 'Wajah Capres 2009'


Foto: Gambar desain piala yang akan segera dibuat

Tim panitia pameran lukisan 'Wajah Capres 2009' bergerak cepat. Setelah melalui beberapa proses diskusi, maskot capres award akhrinya tuntas dibuat. Dari segi bentuknya, bisa dibilang cukup unik. Berupa burung garuda yang tampak mengepakkan sayap dan berdiri di atas pilar yang terbuat kuas lukis.

Sebenarnya, ada beberapa desain yangs sempat muncul sebelumnya akhirnya menyepakati desain yang telah dibuat itu. Namun, atas beberapa pertimbangan, panitia akhirnya menyepakati desain yang dibuat oleh S. Wandhi, seorang perupa asal 'negeri' lumpur Sidoarjo.

Jupri Abdullah, sang pemrakarsa kegiatan menyatakan, burung garuda itu diartikan sebagai lambang negara sementara kuas diartinya sebagai kreativitas seniman. "Kegiatan ini kan memang versi seniman," katanya sambil terkekeh-kekeh.

Dalam waktu dekat, panitia akan menyerahkan desain itu untuk segera dibuat dalam bentuk fisik. Rencananya, pialan itu akan dibuat dengan bahan dasar logam dengan lapisan emas. Hemm..boleh juga tuh..

Panitia menyatakan, ada award yang akan diserahkan nanti. Satu untuk para seniman. Penghargaan ini akan diberikan kepada peserta yang berhasil membuat lukisan terbaik. Sementara, satu award lainnya akan diberikan kepada capres yang fotonya paling banyak dilukis oleh para peserta.

Patut diketahui, kegiatan ini merupakan yang pertama kalinya digelar. Karena itu, Jupri berharap acara ini bisa dimanfaatkan oleh kalangan seniman, khususnya seni rupa untuk mengapresiasi pemilu 2009 mendatang. Trims

Sabtu, 27 Desember 2008

14 Lukisan Terbaik Akan Dipamerkan



Berbagai persiapan mulai dilakukan Jupri art Gallery menjelang pelaksanaan pameran lukisan 'Wajah Capres 2009'. Itu terlihat dari suasana sekretariat kegiatan yang berada di Little Shanghai No 9 The Taman Dayu City of Festival, Pandaan.

Beberapa panitia tampak sibuk mempersiapkan diri menyambut pameran lukis yang melibatkan 101 pelukis itu. Mulai dari membuat brosur, desai kaos, serta beberapa kelengkapan lainnya.

Jupri Abdullah, pelaksana kegiatan menyatakan, persiapan dini itu dilakukan agar kegiatan yang merupakan wujud apresiasi para seniman terhadap pemilu 2009 itu berlangsung dengan sukses. "Ini yang pertama kali ada di Indonesia," kata dia di saat ditemui di sekretariat panitia kemarin.

Yang menarik, menurut Jupri, dari ratusan karya masuk, selanjutnya akan dipilih 14 lukisan terbaik. Selanjutnya, lukisan-lukisan itu akan dipamerkan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada tanggal 11 Maret 2009.

Pameran lukis 'Wajah Capres 2009' ini bukan satu-satunya kegiatan yang digelar dalam rangka menyambut pilpres 2009 nanti. Selain itu, juga terdapat serangkaian kegiatan lain. Diantaranya, obrolan santai ala seniman. Obrolan ini dimaksudkan untuk mencari sosok serta figur capres ideal sebagaimana yang diingin rakyat.

Jumat, 26 Desember 2008

Pameran Lukisa 'Wajah Capres' 2009


Jupri Abdullah tak henti-hentinya membuat gebrakan untuk menggairahkan dunia seni rupa yang seperti mati suri. Terkini, perupa asal Desa Kejapanan, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan ini berniat menggelar pameran lukis bertajun 'Wajah Capres' 2009.

Bagi Jupri -sapaan akrabnya- kegiatan ini merupakan wujud apresiasi dari para seniman terkait pemilu 2009 nanti. "Bagaimanapun juga, pemilu adalah proses demokrasi terakbar yang harus diapresiasi semua pihak," kata perupa yang gemar berambut gondrong ini.

Pemeran akan dibuka tanggal 1 Februari 2009, pukul 13.00. Lokasi: Little Shanghai, The Taman Dayu City of Festival Pandaan, Pasuruan Jawa Timur-Indonesia. Berlangsung hingga tanggal 10 Februari 2009.

Kegiatan ini memperebutkan piala capres award dan hadiah uang tunai total Rp 10 juta untuk kategori lukisan terbaik dan terunik.

Syarat dan ketentuan peserta pameran lukisan 'Wajah Capres 2009' capres award:
1. Terbuka untuk umum pria/wanita
2. Melukisa salah satu wajah capres yang ditentukan kurator. Meliputi 14 nama yakni: Akbar Tanjung, Amien Rais, Iwan Fals, Hidayat Nurwahid, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Sukarno Putri, Prabowo Subiyanto, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, Sutrisno Bachir, Sutiyoso, Wiranto, Siti Hardiyanti Rukamana, serta Jusuf Kalla.
3. Ukuran lukisan maksimal 80 x 80 cm (telah dibingkai/frame)
4. Media yang digunakan bebas (kanvas/kertas, dll)
5. Mencatumkan judul lukisan dan harga lukisan
6. Penyelenggara memotong fee 30 persen dari harga lukisan yang terjual
7. Melampirkan foto diri tanpa lukisan untuk katalog
8. Peserta tidak dipungut biaya
9. Mengirim data melalui email atau via pos ke sekretarit panitia: Little Shanghai No. 9, The Taman Dayu City of Festival Jl. Raya Surabaya-Malang Km 48 Pandaan, Pasuruan-Jatim-Indonesia. Email: jp_gallery_ind@yahoo.co.id
10. Lukisan diterima panitia sebelum tanggal 25 Januari 2009
11. Penilaian tim juri tidak bisa diganggu gugat

Semua lukisan yang dikirim akan dipamerkan selama 10 hari. Terhitung sejak tanggal 1-10 Februari 2009. Selanjutnya, akan dipilih lukisan terbaik dan terunik.

Yang menarik, pemberian penghargaan bukan hanya diberikan kepada para pelukis. Tapi, juga kepada capres yang fotonya paling banyak dilukis. Kepadanya, akan diberikan penghargaan berupa piala 'Capres Award' 2009. "Ini kan cuma perspektif seniman, jadi tidak ada muatan politis," tegas Jupri.

Selasa, 09 Desember 2008


Mengenal Suji Kuswahyudi Pencipta Teknologi Tepat Guna Asal Kabupaten Pasuruan

HAMPIR selama satu dasawarsa Suji –biasa Suji Kuswahyudi disapa- sibuk dengan kegiatan ‘sampingannya’. Di sela kesibukannya sebagai owner CV. Dua Saudara ini alumnus Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini masih menyempatkan diri untuk melakukan riset. Membuat mesin motor bertenaga listrik.
Dalam lima tahun terakhir, usahanya itu membuahkan hasil. Mesin yang ia beri nama Recharge Motor Indonesia (RMI) itu akhirnya terwujud. Setelah melalui beberapa tahap penyempurnaan, bulan ini, teknologi tepat guna itu siap untuk di-launching (diluncurkan, Red).
Ada beberapa daerah yang rencananya menjadi lokasi peluncuran produk buatannya itu. Rata-rata adalah daerah yang sebagian masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Seperti Pasuruan, Madura, Probolinggo, Gresik, Surabaya dan Lamongan hingga Tuban.
Suji sendiri menyebut mesin ciptaannya itu sebagai teknologi tepat guna. Khususnya bagi kalangan nelayan. Sebab, untuk menggunakan mesin bertenaga listrik itu, para nelayan cukup mengisi ulang (men-charger) baterai. Karena itu, selain lebih praktis, alat ini juga ramah lingkungan.
Minggu kemarin, Suji sebenarnya hari libur. Namun, karena ada janji, ia pun bersedia pergi ke pabrik palet miliknya. Di Jl Kabupaten Dusun Sidorejo, Desa/Kecamatan Kejayan.
Saat itu, ia tidak tidak sendirian. Ia ditemani Sonjaya, bagian marketing dari CV. Dua Saudara miliknya itu. Kemarin, kedua orang ini menjelaskan panjang lebar atas mesin tepat guna temuannya itu.
Bagi Suji, utak-atik mesin bukanlah hal baru. Kebiasaan itu sudah ia gemari sejak masih muda dulu. Untuk menambah pengetahuannya, setelah lulus SLTA, bapak dua anak (Radimas Putri AF, 18 dan Radimas Putra MDL, 14) ini kemudian melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Malang.
Tepatnya di jurusan Teknik Mesin (TM) Institut Teknologi Nasional (ITN). Tahun 1988, pria kelahiran 9 Februari 1965 itu lulus dari bangku kuliah dan memutuskan menikah dengan Siti Nurhidayati, setahun berikutnya.
Kemampuannya meracik mesin itu pula yang membuat Suji mudah diterima di beberapa perusahaan. Bahkan, kepada koran ini, hampir semua pabrik gula yang ada di Jatim pernah menggunakan jasanya. Belakangan, lantaran ingin membuka usaha, ia pun keluar dan membikin pabrik sendiri.
Meski disibukkan dengan kegiatan di pabrik, toh Suji tetap saja tidak bisa meninggalkan kebiasaannya. Utak-atik mesin untuk berinovasi seakan sudah menjadi bagian dari kehidupannya.
Berawal dari kegelisahannya terhadap ancaman sumber energi. Pasalnya, hingga hingga detik ini, pemerintah dianggapnya kurang serius mencari sumber energi alternatif selain BBM. Padahal, BBM merupakan sumber energi yang tak terbarui.
Akibat kondisi itu mulai bisa dirasakan sejak sekarang. Lambat laut ketersediaan bahan energi itu pun kian menipis. Ancaman kelangkaan BBM itu sudah di depan mata. Paling tidak, itu ditandai dengan harga dasar minyak yang terus meroket. “Sebelum sekarang ini, saya sudah memprediksi kalau ini akan terjadi,” terang Suji.
Berangkat dari itu, Suji pun berpikir untuk mengantisipasi kondisi itu. Yakni, dengan membuat mesin penggerak yang tidak menggunakan BBM, melainkan listrik. Paling tidak, keberadaan mesin itu diharapkan mampu mengurangi penggunaan BBM di kalangan masyarakat.
Pertama, yang menjadi sasarannya adalah mesin motor yang dipakai para nelayan. Ini menjadi efektif karena ada ribuan nelayan yang tersebar di Pasuruan dan daerah sekitarnya.
Alasan itu cukup masuk akal. Sebab, dengan jumlah nelayan yang mencapai ribuan, jika per harinya masing-masing nelayan membutuhkan minimal satu liter BBM, maka, bisa dibayangkan berapa jumlah BBM yang terkonversi. “Padahal, rata-rata mereka tidak cukup satu liter,” ujar Suji.
Berbekal kebiasaannya serta ditunjang pengetahuannya dari bangku kulian, Suji pun akhirnya berhasil memenuhi obesisinya itu. Mesin motor yang ia sebut recharge motor Indonesia itu berhasil ia buat.
Sebuah mesin motor yang menggunakan listrik sebagai sumber energinya. Beberapa waktu lalu, mesin ini telah diuji-cobakan bersama para nelayan di sejumlah daerah. Hasilnya memang cukup memuaskan.
Secara ekonomis, penggunaan mesin ini memang dirasa lebih menguntungkan dibanding mesin motor konvensional yang memakai BBM. Sebagai hitungannya, untuk mesin bertenaga BBM, setidaknya, para nelayan membutuhkan Rp 80-100 ribu untuk konsumsi BBM-nya.
Itu pun hanya bisa dipakai sekali melaut. Atau, empat jam pergi-pulang (PP). Ini berbeda dengan pengguaan mesin RMI yang justru secara ekonomis lebih hemat. Sebut saja untuk mesin berkekuatan 16 pk, para nelayan cukup mengeluarkan biaya Rp 2.550 untuk konsumsi energi listrik.
Biaya itu dihitung dari charger listrik selama 10 jam. Padahal, dalam kondisi full baterai, RMI bisa dipakai melaut 6 jam. Artinya, biaya menggunakan mesin RMI sebulan, nyaris sebanding menggunakan mesin BBM selama sehari. “Selain ekonomis, juga ramah lingkungan,” imbuhnya.
Apalagi, untuk menggunakan mesin tersebut, para nelayan juga tidak perlu bersusah payah. Agar lebih efisien, Suji melengkapi mesin tersebut dengan tombol on-off untuk menghidupkannya. Sementara untuk cara kerjanya, sama halnya dengan mesin berbahan bakar BBM.
Saya sendiri sempat menyaksikan cara kerja mesin itu. Berbeda dengan mesin BBM, mesin RMI ini cukup sederhana. Dari baterai yang telah dicharger, aliran listrik kemudian disalurkan ke dinamo mesin.
Energi putar yang dihasilkan dinamo itu kemudian dihubungkan ke baling-baling motor untuk menghasilkan daya dorong ketika dimasukkan ke dalam air. “Nanti (kemarin, Red) sore akan kita coba lagi di Ranu Grati,” kata Sunnjaya sambil menawari saya untuk ikut.
Praktis dan ekonomis. Begitulah gambaran mesin itu. Tidak berlebihan jika pada awal Agustus lalu, atas temuannya itu, Suji mendapat penghargaan dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Pusat.
Dalam acara yang berlangsung di Bogor itu, Suji dinobatkan sebagai juara satu final workshop Teknologi Tepat Guna (TTG) untuk kategori mesin Penangkap Ikan 2008. Meski mengaku bangga, bagi Suji, penghargaan itu bukan tujuannya. “Yang penting, bisa dirasakan masyarakat banyak,” ujarnya merendah.
Jauh sebelum berhasil menemukan RMI ini, Suji juga telah sukses dengan membuat mobil listrik. Saya juga mendapat kesempatan untuk melihat langsung mobil berwarna hitam itu.
Sekilas, tidak ada yang berbeda dengan kendaraan roda empat pada umumnya. Pasalnya, kendaraan berkapasitas 4-5 penumpang itu mirip dengan mobil city car yang kini banyak digemari masyarakat. Seperti Suzuki Karimun atau Honda Getz.
Namun, setelah diamati, perbedaan itu cukup mencolok. Pasalnya, mobil berbentuk mungil itu tidak menggunakan BBM sebagai sumber tenaganya, melainkan tenaga listrik. Karena itu pula, saya juga tidak mendapati knalpot sebagai saluran pembuangan karbon.
Seperti halnya RMI, untuk memakainya, Suji cukup dengan men-charger mobilnya selama 6 jam. Setelah itu, mobil itu pun langsung bisa dipakai selama delapan jam. “Sering juga saya pakai keluar kota,” ungkapnya.
Bagi Suji, meski sukses dengan berbagai inovasinya, hal itu belum membuatnya puas. Masih banyak obsesinya yang belum terwujud. “Selama masih hidup, akan terus berinovasi,” tegasnya. (*)

Pak Sukadi yang Sabar


Berdiskusi dengan Pak Sukadi
Pagi itu, matahari terlihat malu-malu menampakkan diri. Meski jam dinding menunjuk pukul 10. 30, udara masih terasa dingin. Bersamaan dengan itu, titik-titik air turun dari langit. Di sebuah rumah, seorang lelaki tampak duduk bersantai di teras rumah.

Sorotan matanya yang tajam tampak menerawang jauh. Ditemani secangkir kopi hitam, ia memperhatikan sekelompok anak kecil yang sedang bermain di halaman rumahnya. Sesekali, sebatang rokok yang terlilit di jari telunjuknya ia hisap dalam-dalam.

Sukadi. Begitu bapak empat anak itu biasa disapa. Seorang purnawirawan tentara dengan pangkat terakhir sebagai Peltu. Seperti kebanyakan pensiunan militer lainnya. Kehidupan Pak Sukadi pun terlihat cukup sederhana.

Selain arsitektur rumahnya yang terlihat sederhana, nyaris tidak ada perabot mewah yang bisa didapati di dalam rumah. "Ya begini ini rumahnya Mas. Tidak ada apa-apanya," ujarnya sembari mempersilakan saya masuk. Meski tak terlalu keras, suara Pak Sukardi masih terdengar jelas.

Begitulah Pak Sukardi. Jika tidak ada kegiatan, sehari-hari, ia pasti berada di rumah. Rumah yang sudah tujuh tahun ia tempati. Dulu, sebelum mendiami rumah tersebut, Pak Sukardi tinggal di Gang Melati, tak jauh dari kompleks pasar Kejapanan, Gempol. Atau, sekitar satu kilometer dari rumahnya sekarang.

Tujuh tahun lalu, setelah putra ketiganya menikah, Pak Sukadi memberikan rumahnya itu kepada anaknya itu. Berbekal tabungannya selama menjadi tentara dan sedikit simpanan pensiunan, Pak Sukadi akhirnya memutuskan untuk membeli tanah kaplingan. Luasnya sekitar 9x15 meter.

Tak terlalu besar memang. Tapi, ditanah inilah Pak Sukadi menemukan kebahagiannya. Bersama istri yang ia cintainya, Pak Sukadi tinggal hingga sekarang.

Di rumah sederhana itu, Pak Sukadi tidak tinggal sendirian. Ia ditemani Sutimah, wanita yang ia nikahi 40 tahun lalu. Pak Sukardi sebenarnya memiliki empat orang anak dari hasil perkawinannya itu. Tiga diantaranya telah berkeluarga. Hanya yang nomor tiga yang belum, meski usianya telah menginjak 32 tahu. "Sekarang dia kerja di Madura," ujarnya.

Beruntung. Meski ketiga putranya itu telah berkeluarga, tempat tinggal mereka tak jauh dari rumahnya. Kecuali Pranoto, putranya keempat yang menempati bekas rumahnya di dekat pasar Kejapanan. Karena itu, sepulang dari sekolah, rumah Pak Sukadi kerap jadi jujugan cucu-cucunya. Sekedar bermain atau minta dibuatkan makan.

Praktis. Ditengah kondisinya yang semakin tua itu, keberadaan cucu-cucu Pak Sukadi itu menjadi hiburan tersendiri. Maklum, ketiga anaknya sudah sibuk dengan keluarganya masing-masing. Apalagi jika bukan karena desakan ekonomi keluarganya.

Meski begitu, Pak Sukadi santai saja menjalani sisa hidupnya. Kondisi ekonominya yang serba pas-pasan tak membuatnya kelimpungan. Ia masih bisa bersyukur dengan apa yang dicapainya sekarang ini. "Yang kondisinya lebih buruk dari saya kan masih banyak," katanya pelan.

Pak Sukadi sendiri lahir di Jember. Tepatnya, 17 Mei 1942 lalu. "Tapi, cuma numpang lahir. Saya besarnya justru di Pasuruan," ujarnya. Karena itu, tidak mengherankan jika kenalannya lebih banyak di Pasuruan dari pada di tempat kelahirannya itu.

Meski usianya telah menginjak angka 60 lebih, toh Pak Sukardi masih tampak semangant. Jiwa sebagai seorang tentang masih tampak saat diajak berbincang-bincang tentang Indonesia. Terutama, yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Indonesia, kata Pak Sukardi, sebenarnya punya potensi besar untuk menjadi sebuah negara yang kuat. Namun, untuk mewujudkannya bukan hal yang mudah. Semua itu, kata dia, harus didukung oleh sosok pemimpin yang kompeteble, berani, tegas, bertanggung jawab dan siap berkorban demi rakyat.

Pada prinsipnya, negeri ini memiliki landasan negara yang cukup baik -untuk tidak menyebutnya sempurna. Namun, keberadaannya dirasa tidak membawa arti lantaran sikap pemimpinnya yang kerap menawar apa yang telah tertera di dalamnya. Akibatnya, nyaris tidak ada perubahan apapun untuk menuju ke arah yang lebih baik.

Sebagai contoh adalah hadirnya survive-nya Rusia dan China sebagai kekuatan ekonomi baru. Menurut dia, semua itu tidak lepas dari sikap pemimpinnya yang memang memiliki visi, misi dan arah yang tegas untuk memajukan bangsanya.

Ia menyadari, apa yang melanda negeri ini adalah complicated. Nyaris semua fungsi dan sendi kehidupan bernegara tidak bisa jalan. Krisis ekonomi yang tak kunjung usai, proses politik yang justru menjadi saling hujat, saling menjatuhkan. Kondisi ini memerlukam evaluasi total dari segenap pemimpin negeri ini. "Persoalannya, ketika evaluasi itu selesai, mau nggak pemimpin kita melakukannya," kata dia. (Bersambung)