Mengenal Suji Kuswahyudi Pencipta Teknologi Tepat Guna Asal Kabupaten PasuruanHAMPIR selama satu dasawarsa Suji –biasa Suji Kuswahyudi disapa- sibuk dengan kegiatan ‘sampingannya’. Di sela kesibukannya sebagai owner CV. Dua Saudara ini alumnus Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini masih menyempatkan diri untuk melakukan riset. Membuat mesin motor bertenaga listrik.
Dalam lima tahun terakhir, usahanya itu membuahkan hasil. Mesin yang ia beri nama Recharge Motor Indonesia (RMI) itu akhirnya terwujud. Setelah melalui beberapa tahap penyempurnaan, bulan ini, teknologi tepat guna itu siap untuk di-launching (diluncurkan, Red).
Ada beberapa daerah yang rencananya menjadi lokasi peluncuran produk buatannya itu. Rata-rata adalah daerah yang sebagian masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Seperti Pasuruan, Madura, Probolinggo, Gresik, Surabaya dan Lamongan hingga Tuban.
Suji sendiri menyebut mesin ciptaannya itu sebagai teknologi tepat guna. Khususnya bagi kalangan nelayan. Sebab, untuk menggunakan mesin bertenaga listrik itu, para nelayan cukup mengisi ulang (men-charger) baterai. Karena itu, selain lebih praktis, alat ini juga ramah lingkungan.
Minggu kemarin, Suji sebenarnya hari libur. Namun, karena ada janji, ia pun bersedia pergi ke pabrik palet miliknya. Di Jl Kabupaten Dusun Sidorejo, Desa/Kecamatan Kejayan.
Saat itu, ia tidak tidak sendirian. Ia ditemani Sonjaya, bagian marketing dari CV. Dua Saudara miliknya itu. Kemarin, kedua orang ini menjelaskan panjang lebar atas mesin tepat guna temuannya itu.
Bagi Suji, utak-atik mesin bukanlah hal baru. Kebiasaan itu sudah ia gemari sejak masih muda dulu. Untuk menambah pengetahuannya, setelah lulus SLTA, bapak dua anak (Radimas Putri AF, 18 dan Radimas Putra MDL, 14) ini kemudian melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Malang.
Tepatnya di jurusan Teknik Mesin (TM) Institut Teknologi Nasional (ITN). Tahun 1988, pria kelahiran 9 Februari 1965 itu lulus dari bangku kuliah dan memutuskan menikah dengan Siti Nurhidayati, setahun berikutnya.
Kemampuannya meracik mesin itu pula yang membuat Suji mudah diterima di beberapa perusahaan. Bahkan, kepada koran ini, hampir semua pabrik gula yang ada di Jatim pernah menggunakan jasanya. Belakangan, lantaran ingin membuka usaha, ia pun keluar dan membikin pabrik sendiri.
Meski disibukkan dengan kegiatan di pabrik, toh Suji tetap saja tidak bisa meninggalkan kebiasaannya. Utak-atik mesin untuk berinovasi seakan sudah menjadi bagian dari kehidupannya.
Berawal dari kegelisahannya terhadap ancaman sumber energi. Pasalnya, hingga hingga detik ini, pemerintah dianggapnya kurang serius mencari sumber energi alternatif selain BBM. Padahal, BBM merupakan sumber energi yang tak terbarui.
Akibat kondisi itu mulai bisa dirasakan sejak sekarang. Lambat laut ketersediaan bahan energi itu pun kian menipis. Ancaman kelangkaan BBM itu sudah di depan mata. Paling tidak, itu ditandai dengan harga dasar minyak yang terus meroket. “Sebelum sekarang ini, saya sudah memprediksi kalau ini akan terjadi,” terang Suji.
Berangkat dari itu, Suji pun berpikir untuk mengantisipasi kondisi itu. Yakni, dengan membuat mesin penggerak yang tidak menggunakan BBM, melainkan listrik. Paling tidak, keberadaan mesin itu diharapkan mampu mengurangi penggunaan BBM di kalangan masyarakat.
Pertama, yang menjadi sasarannya adalah mesin motor yang dipakai para nelayan. Ini menjadi efektif karena ada ribuan nelayan yang tersebar di Pasuruan dan daerah sekitarnya.
Alasan itu cukup masuk akal. Sebab, dengan jumlah nelayan yang mencapai ribuan, jika per harinya masing-masing nelayan membutuhkan minimal satu liter BBM, maka, bisa dibayangkan berapa jumlah BBM yang terkonversi. “Padahal, rata-rata mereka tidak cukup satu liter,” ujar Suji.
Berbekal kebiasaannya serta ditunjang pengetahuannya dari bangku kulian, Suji pun akhirnya berhasil memenuhi obesisinya itu. Mesin motor yang ia sebut recharge motor Indonesia itu berhasil ia buat.
Sebuah mesin motor yang menggunakan listrik sebagai sumber energinya. Beberapa waktu lalu, mesin ini telah diuji-cobakan bersama para nelayan di sejumlah daerah. Hasilnya memang cukup memuaskan.
Secara ekonomis, penggunaan mesin ini memang dirasa lebih menguntungkan dibanding mesin motor konvensional yang memakai BBM. Sebagai hitungannya, untuk mesin bertenaga BBM, setidaknya, para nelayan membutuhkan Rp 80-100 ribu untuk konsumsi BBM-nya.
Itu pun hanya bisa dipakai sekali melaut. Atau, empat jam pergi-pulang (PP). Ini berbeda dengan pengguaan mesin RMI yang justru secara ekonomis lebih hemat. Sebut saja untuk mesin berkekuatan 16 pk, para nelayan cukup mengeluarkan biaya Rp 2.550 untuk konsumsi energi listrik.
Biaya itu dihitung dari charger listrik selama 10 jam. Padahal, dalam kondisi full baterai, RMI bisa dipakai melaut 6 jam. Artinya, biaya menggunakan mesin RMI sebulan, nyaris sebanding menggunakan mesin BBM selama sehari. “Selain ekonomis, juga ramah lingkungan,” imbuhnya.
Apalagi, untuk menggunakan mesin tersebut, para nelayan juga tidak perlu bersusah payah. Agar lebih efisien, Suji melengkapi mesin tersebut dengan tombol on-off untuk menghidupkannya. Sementara untuk cara kerjanya, sama halnya dengan mesin berbahan bakar BBM.
Saya sendiri sempat menyaksikan cara kerja mesin itu. Berbeda dengan mesin BBM, mesin RMI ini cukup sederhana. Dari baterai yang telah dicharger, aliran listrik kemudian disalurkan ke dinamo mesin.
Energi putar yang dihasilkan dinamo itu kemudian dihubungkan ke baling-baling motor untuk menghasilkan daya dorong ketika dimasukkan ke dalam air. “Nanti (kemarin, Red) sore akan kita coba lagi di Ranu Grati,” kata Sunnjaya sambil menawari saya untuk ikut.
Praktis dan ekonomis. Begitulah gambaran mesin itu. Tidak berlebihan jika pada awal Agustus lalu, atas temuannya itu, Suji mendapat penghargaan dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Pusat.
Dalam acara yang berlangsung di Bogor itu, Suji dinobatkan sebagai juara satu final workshop Teknologi Tepat Guna (TTG) untuk kategori mesin Penangkap Ikan 2008. Meski mengaku bangga, bagi Suji, penghargaan itu bukan tujuannya. “Yang penting, bisa dirasakan masyarakat banyak,” ujarnya merendah.
Jauh sebelum berhasil menemukan RMI ini, Suji juga telah sukses dengan membuat mobil listrik. Saya juga mendapat kesempatan untuk melihat langsung mobil berwarna hitam itu.
Sekilas, tidak ada yang berbeda dengan kendaraan roda empat pada umumnya. Pasalnya, kendaraan berkapasitas 4-5 penumpang itu mirip dengan mobil city car yang kini banyak digemari masyarakat. Seperti Suzuki Karimun atau Honda Getz.
Namun, setelah diamati, perbedaan itu cukup mencolok. Pasalnya, mobil berbentuk mungil itu tidak menggunakan BBM sebagai sumber tenaganya, melainkan tenaga listrik. Karena itu pula, saya juga tidak mendapati knalpot sebagai saluran pembuangan karbon.
Seperti halnya RMI, untuk memakainya, Suji cukup dengan men-charger mobilnya selama 6 jam. Setelah itu, mobil itu pun langsung bisa dipakai selama delapan jam. “Sering juga saya pakai keluar kota,” ungkapnya.
Bagi Suji, meski sukses dengan berbagai inovasinya, hal itu belum membuatnya puas. Masih banyak obsesinya yang belum terwujud. “Selama masih hidup, akan terus berinovasi,” tegasnya. (*)